Coba simak yang ini deh!

Liat Tayangan

Follow ya...

Friday, February 3, 2017

Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jasin Menjadi Pemakaman bagi Sastrawan Indonesia

Ruang Baca PDS H.B. Jasin
    Kurangnya publisitas sastra di kalangan awam memang merupakan masalah klasik yang belum diselesaikan, bahkan bisa dikatakan diterlantarkan. Sastra yang masih menjadi paradigma hiburan elite tentu justru menyebabkannya semakin tidak dikenal di masyarakat menengah ke bawah. Semestinya sastra merupakan bentuk edukasi bersama dalam ranah historis dan materi diakronik sebagai identitas bangsa. Meskipun demikian, kehadiran sastra masih dikatakan tidak dirasa bahkan seperti tercuaikan.
   Dalam sejarahnya H.B. Jasin mengatakan bahwa umur kajian sastra di Indonesia dan sastra Indonesia itu sendiri terbilang relatif masih sangat muda. Namun demikian, perkembangan sastra di periodisasi 60-an sempat berkembang dengan didukungnya media pendidikan sastra Indonesia. Harapan awalnya tentu bukanlah persoalan yang muluk, sastra hanya diharapkan menjadi "panganan" harian bagi siswa di sekolahnya. Sayangnya, hal tersebut tidak didukung dengan media pembelajaran apresiasi sastra yang kuat. Pendidikan apresiasi sastra belumlah suatu hal yang sistematis dan baku. H.B. Jasin (dalam Ajip Rosidi, 2013:212) mengatakan pendidikan apresiasi sastra masih tambal sulam dan belumlah sistematis. Tentu hal tersebut berdampak langsung pada peran pendidikan sastra Indonesia sebagai media pengembangan publisitas sastra Indonesia.
      H.B. Jasin sebagai seorang kritikus yang terlahir dari kegelisahannya tentang penyelamatan sastra historis menelurkan pemikiran yang cerdas. Ia tergerak untuk mengumpulkan semua dokumentasi sastrawan di Indonesia yang sekarang menjadi harta karun bagi masyarakat luas. Dengan pemanfaatan dokumentasi sastra tentunya akan memperluas pemahaman kita terhadap sastra historis. Secara tidak langsung, hal tersebut juga menciptakan perkembangan pendidikan sastra di Indonesia.
    Melihat manfaat dan fungsinya, bisa dikatakan H.B. Jasin berhasil menciptakan ruang baca sejarah yang sangat diperlukan bagi masyarakat yang ingin mengkaji lebih jauh tentang perkembangan kesusastraan Indonesia. Namun demikian, kondisi ruang baca sejarah sastra yang diciptakan H.B.Jasin ini ternyata menjadi onggokan yang mirip dengan pemakaman. Hal tersebut karena sepinya pengunjung yang datang untuk memanfaatkan keberadaan ruang tersebut. Dalam sehari pengunjung Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jasin ini bisa dihitung jari. Ruang yang terletak di sebelah Gedung Teater Kecil Taman Ismail Marzuki ini memang terbilang kurang strategis mengingat letaknya yang tidak terpampang jelas di jalur utama. Pengunjung dapat melihat papan penanda dengan warna yang mulai kusam saat menuju Gedung Teater Kecil TIM.
    Untuk masuk ke PDS H.B. Jasin pengunjung harus naik ke lantai dua dengan menggunakan tangga plat besi yang tidak eksklusif sama sekali. Kendati pun ruang baca yang disediakan cukup bersih dan nyaman, tetapi ruangan yang tersaji cukup kecil untuk kunjungan kolektif. Suasana yang tersaji saat Anda datang perorangan pun menjadi sangat sepi dan lengang karena sedikitnya jumlah pengunjung. Meskipun demikian, pelayanan petugas PDS H.B. Jasin tidak bisa dikatakan kurang, mengingat mereka langsung menyambut pengunjung dengan menanyakan keperluan para pengunjung. Kita memang tidak dapat menemukan dokumentasi yang dibutuhkan dengan mencari langsung, tetapi petugas PDS H.B. Jasin dengan cekatan akan mencarikan dokumentasi yang dibutuhkan. Kita juga dapat meng-copy dokumentasi yang dibutuhkan.
     Dengan realita yang ada tersebut, tampaknya PDS H.B. Jasin perlu bebenah diri agar tidak menjadi pemakaman bagi dokumentasi sastra yang jelas-jelas dibutuhkan masyarakat luas. Perlu juga diadakan upaya pendekatan kepada masyarakat agar mereka merasa dekat dengan PDS H.B. Jasin. Beragam upaya tersebut tentunya berguna sebagai realisasi perkembangan pendidikan sastra Indonesia. Tentunya kesadaran kita sebagai pengguna sastra dalam mencapai tujuan historis perlu diperkuat dan disadarkan agar pemeliharaan dokumentasi sastra sebagai harta karun jauh lebih berharga.