Coba simak yang ini deh!

Liat Tayangan

Follow ya...

Wednesday, January 29, 2014

Soal Latihan UN SMP

 UN 2014 sudah di depan mata ya...
kebayang kan masih banyak yang belum kita selesaikan. Nah mungkin soal-soal ini dapat membantu kalian ya agar dapat mengingat apa yang belum sempat dipelajari. Silahkan disimak dan di download. Disebarkan juga tidak apa-apa kok  :)

http://code.google.com/p/soalbahasaindo9smp/issues/detail?id=1
Friday, January 24, 2014

BETAPA BESAR PENGARUH LEKSIKON MAKNA SESEORANG TERHADAP DUNIA SASTRA


Apakah anda sadar betapa jeniusnya anda dalam memproduksi bahasa yang nantinya digunakan
dalam percakapan sehari-hari? Dalam keadaan normal, manusia memiliki kemampuan yang sangat cepat dalam menanggapi makna kata maupun dalam mengucapkannya sebagai tidakan menanggapi ujaran yang diterima. Hal ini memang menakjubkan karena jumlah kosakata yang dimiliki oleh orang dewasa luar biasa besarnya. Penelitian awal mengenai bahasa Inggris yang dilakukan Seashore dan Eckerton (1940 dalam Aitchison 1994: 5) menunjukan bahwa seorang yang terdidik (minimal dapat membaca dan menulis) dapat mengetahui lebih dari 150.000 kata dan mampu menggunakan 90 % dari jumlah ini. Penelitian yang lebih belakangan menunjukan bahwa mahasiswa Negara Inggris memiliki lebih dari 50.000 kosakata. Kosakata para siswa Amerika untuk membaca diperkirakan sekitar 40.000 dan bisa naik menjadi antara 60.000 sampai 80.000 bila nama diri, nama kota, dan ungkapan idiomatik juga diperhitungkan (Aitchison 1994: 7). Kalau kita ambil saja patokan 60.000, yakni, sisi rendah dari 50.000 dan 80.000, kecepatan orang dapat memahami kata sangatlah luar biasa. Dalam metode Shadowing (yakni, subjek diminta untuk meniru ujaran sambil mendengarkannya) didapati bahwa peniru dapat menirukan dengan selang waktu antara 250-275 milidetik.

Sebenarnya apa yang dimaksud leksikon makna? Dan apa hubungan antara penelitian di atas dengan judul dalam essai ini? Apa pula yang menjadikan leksikon makna begitu penting terhadap dunia sastra?

Leksikon makna dapat diibaratkan gudang dimana kita menyimpan barang. Akan tetapi, gudang ini bukan sembarang gudang karena tidak hanya barangnya yang disimpan itu unik, yakni, kata, akan tetapi cara pengaturannya juga sangat rumit. Kita bisa menemukan barang yang kita cari untuk berbagai macam permintaan yang masuk: permintaan itu bisa berupa bunyi, wujud fisik, wujud grafik, atau hubungan satu “barang” dengan “barang” lain. Seandainya gudang itu berisi barang-barang yang hanya ditaruh saja secara acak, padahal gudang itu berisi 60.000 macam barang, maka dapat dibayangkan bagaimana mungkin kita dapat menemukan apapun yang kita cari – dan dengan cepat.

Penelitian di atas menyatakan bahwa kemampuan manusia untuk mengolah kata baik ketika kata tersebut masih dalam bentuk ujaran lawan tutur kita sampai dipahami dan berubah bentuk menjadi ujaran dari tindakan kita sangatlah cepat walaupun melewati cara yang sangat rumit. Itu artinya kosakata yang kita dapati ketika kita bersentuh sapa dengan seseorang akan bertambah dengan sendirinya tanpa kita sadari dan kosakata yang kita dapati tersebut akan terakumulasi dalam memori kita yang disebut leksikon makna. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin sering kita bersentuhan sapa dengan orang banyak maka kosakata yang kita miliki akan semakin banyak dan tentunya ini akan memperbanyak variasi ujaran yang bisa kita produksi. Sebaliknya bila kita mempersempit jumlah sentuhan sapa kita dengan orang lain atau bisa dikatakan hanya dengan orang yang sama maka kemungkinan untuk banyaknya variasi ujaran akan semakin lambat.

Ini menandakan bahwa leksikon makna menjadi salah satu faktor dalam pembuatan sebuah karya sastra oleh seorang sastrawan. Seperi kita ketahui bahwa seorang sastrawan ketika membuat sebuah karya sastra memerlukan banyak varian kata yang banyak, hal itu dibutuhkan untuk memperindah rangkaian kata yang akan terbentuk nantinya. Dengan kata lain seorang sastrawan membutuhkan leksikon makna yang luas dan memerlukan sentuhan kosakata lebih banyak daripada orang biasa karena mereka harus dapat menyelaraskan banyak variasi kalimat.

Jadi jelas sudah mengapa leksikon makna dibutuhkan oleh seorang sastrawan dan sangat penting bagi dunia sastra.

PEMAKSAAN WATAK SOSIAL DALAM FILM INDONESIA


Apakah anda cinta akan produk dalam negeri? Bagaimana dengan filmnya?

Sedikit celoteh dari saya mengenai film Indonesia. Siapa tidak suka film? Saya pikir hampir seluruh umat manusia suka film. Jepang merupakan kawasan produksi film terbesar setelah hollywood. Mengapa saya katakan seperti itu, betapa tidak perkembangan film disana dapat mempengaruhi revolusi dunia hiburan.

Perkembangan film Indonesia sendiri sempat mengalami kembang kempis pada masa kepemimpinan Umar Ismail. Betapa sebuah perjuangan besar bagi seorang Umar saat itu, sampai perlu mengimpor produk asing (film asing) sebagai pengisi di bioskop-bioskop dalam negeri. Hal itu dilakukan sebagai keputusan Umar untuk mendongkrak perfilman Indonesia saat itu (tercantum dalam SK ’70). Namun hasilnya masuklah budaya asing dengan sedikit skali filtrasi budaya, dan akhirnya film seks menjadi booming saat itu. Pengaruh dari hal itu, produksi sineas muda dalam karyanya menjadi ecek-ecek, bisa dikatakan mencontoh tapi berlebihan.

Dalam data perfilman, pada pertengahan 1990 Indonesia kembali mengalami krisis dalam produksi film. Tahun 1994, 26 film telah dilahirkan dan dilempar ke dalam industri hiburan. 1995, ada 22 film, tahun 1996 (34), dan 1997 (32). Antara tahun 1997-1998, saat krisis ekonomi dan sosial melanda Indonesia, film Indonesia ikut terjun dari lantai gedung tertinggi menjadi 4 film sepanjang tahun tersebut.

Lepas tahun menakutkan tersebut di atas, film Indonesia mencoba untuk bangkit kembali dengan kenaikan reputasi kuantitatif. Tahun 2000 (14) film, tahun 2001 turun tiga film, 2002 (14), 2003 (15), 2004 (31), dan 2005 akan ada dalam angka yang sama. Namun apakah anda tahu dibalik kenaikan film tersebut? Banyak film memaksakan tematik dalam setiap karyanya. Dengan dalih mencoba untuk mengangkat cerita dalam negeri, akhirnya puluhan film horor tidak jelas muncul. Saya pikir ini merupakan cara terpicik yang muncul dari sineas Indonesia dalam berkarya. Bagaimana tidak, kebanyakan akhirnya akan lari pada bentuk tuntutan pasar yang tidak seimbang akan sebuah revolusi hiburan dan industri hiburan.

Saya masih tetap kokoh pada pendirian saya bahwa Hollywood dan Jepang merupakan pabrik film terbaik di jagad dunia ini. Kita dapat lihat Detektif Conan (film kartun Jepang) misalnya sebagai contoh. Karakter yang terbentuk mencoba lari dari esensi sosial yang ada dan masih mengkerucut pada jati diri negaranya. Dalam film ini siapapun dapat dijadikan sebagai tersangka, direktur, gelandangan, kawan, musuh, keluarga. Seperti dapat kita lihat jika Jepang merupakan negara penghasil teknologi tercanggih di dunia. Esensi ini digunakan sebagai jati diri pada setiap filmnya dan ini akan menjadi masuk akal. Jepang dengan teknologinya yang kokoh akan terlihat kuat mengapa Indonesia tidak dengan dokumenter budayanya sehingga terlihat manis?

Seni dan sosial sebagai bentuk revolusi hiburan rasanya belum mendapat tempat yang jelas di Indonesia. Pasca orde Suharto menjabat sebagai presiden, ternyata belum bisa meninggalkan rasa malu ketika bentuk sosial coba diterapkan pada industri seni dan hiburan. Seperti pada contoh kasus yang saya berikan di atas (film Detektif Conan) rasanya kesadaran revolusi industri di Jepang tidak bisa disamakan dengan Indonesia. Jepang dapat memberikan pendidikan hiburan yang sebenarnya pada anak-anak bahwa bentuk kesenian tidak memberikan batasan dalam prosesnya. Kita justru memiliki nilai hegemoni yang kuat bahwa film Jepang mengajari kita berimajinasi tinggi, padahal kita tahu esensi seni adalah imajinasi yang berekspresi. Jadilah kita, Indonesia yang menuding kesalahan pada orang lain padahal kita yang tidak tahu kebenaran.

Pada banyak film Hollywood yang siar di publik tidak sedikit yang menjadikan sesuatu hal yang tabu di negara kita diangkat sebagai tema dan sukses menjadi film baik. Polisi bisa jadi penjahat, hakim bisa jadi pelacur atau bahkan germo sementara di Indonesia polisi akan tetap menjadi polisi dalam kesehariannya, karena jika polisi jadi tokoh yang suka menilang seseorang tanpa sebab maka akan menjadi gembar-gembor di sana-sini.

Pola perfilman Indonesia tidak akan berkembang bagi saya jika masih saja membatasi dan memaksakan watak sosial pada nilai seni hiburan. Saya masih tetap akan memilih Jepang sebagai negara yang cerdas menanggapi revolusi hiburan dan industri hiburan. Sekalipun film kita dianggap film bagus di luar negeri, namun pada akhirnya masyarakat kita akan tetap memilih Superman daripada Srikandi yang berlagak jadi Superman.
Wednesday, January 8, 2014

Kemunduran atau ketidakpedulian kita

Pernahkah anda membaca sebuah karya sastra, tapi ketika pertama kalinya anda menghabiskan karya tersebut anda menjadi bingung akan pesan yang hendak disampaikan? Atau pernahkah anda merasa asing dengan karya sastra, karena anda merasa bahwa sebuah karya sastra adalah momok yang menakutkan? Semua pertanyaan itu menjadi keresahan saya, bahwasanya sastra tidak lagi memasyarakat seperti dulu,



Pada periode lampau, atau dimana sastra masih menjadi kegandrungan bagi semua orang, rasanya karya sastra memiliki ruh yang dapat menjadi pengobar semangat. Pernah anda dengar puisi-puisi karya Chairil Anwar? Banyak karyanya yang memberikan ruh tersendiri bagi pembacanya. Contoh lain, keberanian Alm. Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yang biasa kita kenal dengan sebutan W.S. Rendra. W.S. Rendra memiliki banyak karya yang mencoba menyindir pemerintahan pada saat itu (sampai akhirnya puisi-puisinya disebut puisi phamplet) dengan gaya bahasa lugas dan apa adanya. Keberanian Rendra melalui karyanya tersebut, memberikan makna semangat yang teramat besar bagi pembacanya.

Saya pikir tidak ada salahnya hal tersebut terjadi. Kecarut-marutan negara pada masa itu membangkitkan para sastrawan untuk bertindak (mencari kebenaran). Mungkin itu merupakan salah satu alasan yang menjadikan karya-karya mereka terasa memiliki ruh yang kuat. Bayangkan, keprihatinan penjajahan baik intern maupun ekstern terasa benar. Banyak ketidakbenaran yang terjadi pada masa itu. Wajar saja jika semua orang waktu itu mencari kesejatian dari kebenaran. Dengan kata lain rasanya karya sastra pada periode lampau itu memiliki alasan yang kuat dalam menulis karyanya untuk dijadikan pesan bagi para pembacanya.

Untuk saat ini, apakah anda sering membaca karya sastra yang dapat menghibur anda? Atau mungkin anda mencari buku-buku sastra hanya untuk menghibur anda tanpa mempedulikan pesan yang ingin disampaikan? Saya sendiri terkadang jenuh melihat tulisan-tulisan yang mengatasnamakan karya sastra namun menjadi tidak berarti bagi saya karena isinya yang memuakan (dalam tanda petik). Maksud saya, tak lain dan tak bukan bahwasanya saat ini karya sastra mulai kehilangan ruh.

Rasanya keberanian sastrawan mulai luntur, atau sebenarnya mereka sudah mulai takut mengeluarkan karyanya yang kontroversi? Di pasaran bebas saat ini memang banyak sekali buku-buku sastra yang menyajikan kontroversi dalam tulisannya. Tapi saya sendiri menganggap kontroversi tersebut menjadi tidak layak karena bobot pesan yang disampaikan sebenarnya lumrah. Penulis-penulis mencoba memasyarakatkan karya sastra dengan menjual konsep menghibur dalam tulisannya, lalu ternyata hal tersebut justru memelintir pemikiran orang dalam ber-argument. Sastra menjadi suatu hal yang biasa, alih-alih sastra tidak harus keras, sastra tidak harus rumit, penulis-penulis menelurkan karya dengan pesan yang lumrah atau seperti perkataan saya, tidak memiliki ruh.

Lalu apakah karya sastra harus berbentuk rumit, keras, dan ortodoks? Saya berpikir permasalahan tersebut hanya ada pada sekitar permasalahan konsep pengaruh dan mempengaruhi saja. Sisi kemanusiaan yang menjadi salah satu ide dalam penulisan karya sastra saat ini memang memiliki perbedaan yang jauh dengan masa lampau. Percaya atau tidak, semangat orang masa lampau melebihi batas normal, bahkan rela mati demi menjunjung harkat dan martabat umum sementara saat ini orang hanya egois dengan pemikirannya sendiri tanpa memperlihatkan usaha mempertahankan harkat dan martabat umum. Jadi wajar jika karya sastra masa lampau memiliki ruh karena para sastrawan memiliki sisi kemanusiaan yang terdesak oleh keadaan zaman. Sedangkan yang terjadi sekarang, sastrawan, penyair, seniman, dan budayawan seakan memuntahkan semua permasalahan umum yang lumrah hanya saja dengan konsep yang dipaksakan menarik. Bagi saya bentuk karya yang semacam itu tidak dapat dikatakan karya yang mempengaruhi pembacanya. Lalu untuk apa dibuat?

Terlepas dari semua itu masyarakat memiliki andil dalam keterpurukan sastra. Banyak masyarakat sudah memiliki paradigma bahwa sastra itu adalah sekedar curahan hati tentang kejadian-kejadian yang biasa. Lambat laun akhirnya sastra murni sudah kehilangan pangsa dan pecintanya, sementara sastra pop justru mendulang untung besar-besaran atas nama sastra. Saya sengaja menyebutkan sastra pop sebagai ulah kemunduran sastra, sebetulnya bukan genrenya yang salah namun konsep dari genre pop itu yang disalahartikan. Sastra tidak lagi memasyarakat seperti paradigma lama, keglobalan menuntut adanya hal baru tapi apakah sekonyong-konyong merusak hal yang sebenranya?

Jika memang sudah seperti ini siapa atau apa yang salah? Kemunduran sastrakah? Atau ketidakpedulian kita sabagai penikmat sastra?

Pendidikan karakter melalui film “Sang Pemimpin”





Naskah asli KUDETA Karya JONED SURYATMOKO
LINDA, Monica,
HELEN, Stella Marry,
BUNGA, Monica Tantio H.,
RATNA, Chintya Ladynova,
NUNGKI, Paramita Devi,
MEYMEY, Lusia Novita
KANDI, Febriana
BRIAN, Jordan Sumardi,
PAK ISWADI, Dickson
KEPALA SEKOLAH, Recky Renaldy
IBU, Stella Marry
Sutradara Bayu Murdiyanto, S.S.
Pengambil gambar Albert

Lihat Di Sini!
http://www.youtube.com/watch?v=GEv93kgw0is
Friday, January 3, 2014

Cara Membuat Belajar Matematika Semakin Menyenangkan

Jakarta - Bagi beberapa anak, belajar matematika bisa dibilang rumit dan membosankan. Pelajaran yang diterima anak di sekolah pun hanya berkutat di papan tulis dan buku saja. Padahal orang tua pun menyadari bahwa belajar matematika sangat penting untuk membantu anak belajar berpikir secara sistematis dan terstruktur.


Data yang dirilis oleh Program for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) pada Desember 2013 lalu mengatakan kemampuan matematika pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dari 65 negara yang di survei. Hal ini tentunya bisa dihindari jika belajar matematika menjadi asyik dan menyenangkan.

Dikutip dari scholastic pada Jumat (3/1/2014), beberapa cara ini dipercaya dapat membuat belajar matematika menjadi menyenangkan.

A. Dadu Berwarna
Dadu tidak hanya bisa digunakan dalam permainan monopoli atau ular tangga saja. Dadu juga bisa digunakan untuk belajar matematika!

Caranya mudah, pertama Anda harus mempunyai dua buah dadu atau lebih. Setelah itu Anda hanya perlu melempar dadu tersebut, lalu menghitung berapa jumlah mata dadu yang muncul. Jika anak Anda sudah sekolah, Anda dapat menggunakan dadu untuk belajar perkalian.

B. Perang Kartu
Perang kartu yang dimaksudkan disini bukan permainan 'gambaran' atau kertu domino. Anda hanya membutuhkan satu set kartu remi untuk melakukan hal ini.

Bagi satu set kartu tersebut secara merata. Jika hanya bermain dengan anak Anda, Anda akan mempunyai masing-masing sebanyak 26 kartu. Letakkan tumpukan kartu di depan lalu pilih 4 kartu secara acak. Setelah itu, Anda tinggal menjumlahkan kartu yang ada, yang jumlahnya paling besar keluar sebagai pemenang. Permainan ini tidak terbatas pada penjumlahan saja, namun juga bisa digunakan untuk belajar pengurangan, perkalian atau pembagian.

C. Matematika Ular Tangga

Ular Tangga adalah permainan yang lazim dilakukan oleh anak-anak. Anda dapat sedikit memodifikasinya agar bisa digunakan sebagai sarana belajar matematika seperti yang dicontohkan pada gambar.

Pada gambar dijelaskan bahwa ada kotak-kotak dengan ketentuan khusus. Perintah seperti maju ke perkalian angka 5 atau mundur ke angka 4 bisa membantu anak belajar mengingat angka sekaligus pertambahan atau pengurangan.

D. Segitiga Fakta

Metode ini bukan dimaksudkan untuk belajar tentang segitiga. Metode ini dianjurkan untuk anak yang ingin belajar perkalian dan pembagian. Caranya mudah. Anda tinggal menempatkan angka dan tanda kali dan bagi seperti yang ditujukan pada gambar.

Metode ini akan mempermudah anak karena jika dibawa dan sering dihapal, dapat membantu anak menguasai perkalian dan pembagian lebih cepat. Anda dapat membuat sendiri segitiga ini bersama anak Anda.

E. Kartu Saya Tahu

Ini adalah cara ampuh untuk membantu anak Anda yang sering lupa dalam perkalian. Kartu ini dapat dibuat dengan mudah dan juga dapat dibuat dalam ukuran apapun. Anda dapat membuatnya dalam ukuran kecil untuk dibawa anak atau besar untuk ditempel di kamar.
Kartu ini berisi tentang hal-hal yang sudah dipahami oleh anak Anda, namun sering terlupa. Seperti dicontohkan pada gambar, mungkin anak sering lupa berapa hasil 6 dikali 7.


SUMBER: M Reza Sulaiman - detikHealth  http://health.detik.com/read/2014/01/03/164243/2457847/764/begini-caranya-agar-belajar-matematika-jadi-menyenangkan-bagi-anak?880006fa