Coba simak yang ini deh!
Liat Tayangan
Follow ya...
Sunday, July 30, 2017
Hiruk Pikuk antara Punk dan Narkoba
“Pasukan Berani
Mati”, begitulah kiranya sebutan untuk komunitas nyentrik ini di kalangan
masyarakat kita. Idealismenya dalam mempertahankan hidup, mungkin itulah yang
digadang-gadang menjadi alasan mengapa masyarakat menyebut mereka dengan
sebutan tersebut. Dengan personil berpakaian urakan, nongkrong di jalan-jalan,
berambut runcing dan awut-awutan, pergaulannya yang terlihat tidak normatif
bagi masyarakat umum, menjadi penambah paradigma negatif pada diri mereka.
Sebenarnya punk
lahir bukan berasal dari musik dan fashion, seperti yang marak kita lihat
selama ini. Punk lahir sebagai wujud pemberontakan, ketidakpuasan hati, rasa
marah, benci, terhadap ssegala bentuk kemapanan dalam masyarakat. Dari sifat-sifat
tadilah punk meluapkannya lewat musik dan fashion, begitulah kirannya menurut
Achmad Yani dalam blognya www.achmadyani007.blogspot.com (dalam tulisannya Selasa, 19 Maret
2013). Berdasarkan hal tersebut maka punk bukan lahir dari fashion dan musik
tapi itu adalah hasil dari proses lahirnya pola pikir punk. Sayangnya
masyarakat terlanjur memberikan sudut pandang buruk bagi mereka karena yang
dilihat adalah hasil proses lahirnya punk ke dunia. Hasil pandangan salah ini
pun menjadi tren di remaja kita yang cenderung menyenangi peniruan karakter.
Remaja memang cenderung
memiliki cara meniru untuk menemukan jati dirinya. Pola peniru pun berlangsung
secara alami dalam diri manusia. Suatu hal yang wajar terjadi, seperti yang
dikatakan Rousseau dalam Dalyono
(2001:106), “Manusia itu pada dasarnya baik, ia jadi buruk dan jahat karena
pengaruh kebudayaan.” Dengan munculnya visualisasi punk yang dirasa tidak
normatif ini, justru menjadi cara mereka untuk meniru bahwa gaya hidup punk
dalam fashion dan musik yang dianggap keren. Mereka justru menyebabkan budaya
murni punk menjadi kabur dan berubah menjadi paradigma negatif.
Dalam pengamatan penulis, fenomena komunitas punk muncul
dan semakin banyak jumlahnya ketika musim libur sekolah. Banyak anak sekolah
dari berbagai kalangan mengubah kegiatan liburnya dengan ikut keluyuran, ngamen
bergaya punk di jalan-jalan raya. Anehnya setelah liburan berhenti tetap saja
jumlah mereka tidak menurun, justru tetap di jumlah yang sama. Ini artinya
banyak kalangan remaja yang sengaja mengubah gaya hidupnya tanpa perlu
mengetahui hakikat kebenaran punk.
Peniruan ini menjadi cara terburuk untuk mengubah
idelisme murni punk dan mendekatkan komunitas punk dengan pandangan negatif
serta premanisme. “Oknum” peniru inilah yang menjadi masalah bagi pemerintah
Indonesia. Premanisme yang kerap muncul dan dikait-kaitkan dengan komunitas
punk ini memperjelas keburukan komunitas punk, dan dibalik hal itu yang
dirugikan adalah komunitas punk.
Selain hasil proses idealisme anak punk yang dianggap negatif,
ternyata mereka juga kerap dikaitkan dengan bisnis narkoba maupun pengguna
narkoba terbanyak. Di kalangan strata tertinggi, anak punk yang dianggap
“oknum” ini kerap memperdagangkan narkoba untuk memperkaya dirinya. Sementara
itu di kalangan strata sosial terendahnya, “oknum” punk merupakan pengguna
aktif narkoba. Hampir beragam jenis narkoba kerap digunakan oleh “oknum” punk
ini.
Beberapa kisah menarik penulis dapatkan dari beberapa
kali berbincang dengan “oknum” punk. Ada cara unik yang dilakukan mereka
apabila mereka ingin “madat” (istilah untuk mabuk) dengan biaya terbatas.
Mereka bukannya menyambangi bandar narkoba untuk mendapatkan ganja, opium, pil
ekstasi, namun justru pergi ke warung kelontong. Penulis mendapati mereka
justru membeli lem perekat kain, kaca, atau bertekstur lain yang sulit
direkatkan. Lem jenis ini memiliki bau yang keras apabila dihirup sekaligus
oleh hidung kita. Istilah menghirup aroma lem ini biasa disebut ‘ngelem’ oleh
mereka.
Berdasarkan penyuluhan BPOM mengenai obat terlarang,
tingkat keasaman jenis le mini melebihi kadar aman untuk diterima oleh indera
penciuman. Ditambah gas yang dihasilkan dari percampuran belerang dengan bahan
pewarna tekstil ini sangatlah berbahaya jika terhirup dan terkena mata. Cara
ini lebih berbahaya ketimbang ketika mereka menghirup ganja. Tingkat kesadaran
mereka akan mulai menurun atau bahkan pingsan jika menggunakannya dalam
kapasitas besar. Bagi mereka, tingkat bahayanya tidaklah menjadi pertimbangan
karena cukup menjadi hiburan bagi mereka.
Selain ‘ngelem’ masih banyak cara mereka untuk mabuk.
Beberapa dari mereka juga menggunakan obat-obatan umum, seperti obat batuk,
sakit kepala, dan flu. Obat-obatan tadi digunakan dalam jumlah yang tidak
wajar. Sudah barang tentu penggunaan secara tidak wajar dapat menyebabkan efek bagi
tubuh mereka, mulai dari pusing, lemas, mual, muntah, atau bahkan pingsan. Efek
terburuknya adalah overdosis. Cara ini mereka sebut dengan sebutan ‘nokib’. Mereka
sadar betul jika hal yang mereka lakukan sangatlah berbahaya bagi tubuh mereka,
namun kenikmatan dan sensasi unik ini mengalahkan bahaya yang akan dihadapinya.
Jika ditinjau secara logis, cara-cara di atas tersebut
bukanlah tanpa tujuan. Selain karena minimnya biaya hidup mereka, cara-cara
tersebut juga meminimalisir resiko kejahatan bagi mereka. Tentunya sulit untuk
menggolongkan tindakan mereka ini ke dalam bentuk aktivitas penggunaan narkoba.
Baik ‘ngelem’ maupun ‘nokib’ sulit digolongkan ke dalam cara pengguna narkoba
dalam menggunakan narkoba. Tentunya apabila mereka meresahkan dan digelandang
ke kantor polisi mereka tidak mendapat tindakan sama dengan pengguna narkoba.
Dalam kasus ini, penulis mengingatkan lagi, bahwa pelaku
pengedar maupun pengguna narkoba di kalangan anak punk ini belumlah tentu
dilakukan oleh anak punk yang sadar betul apa itu idealisme punk. Mereka
hanyalah segelintir orang yang berdandan dan menyukai musik punk serta
mengatasnamakan dirinya sebagai anak punk yang sebenarnya. Prilaku menyimpang
yang dilakukan mereka ini justru menyebarkan kebudayaan jelek bagi orang lain.
Remaja yang tidak begitu mengenal idealisme punk dan eksistensinya akhirnya
akan tergelincir ke dalam lembah hitam premanisme dan kehidupan jalanan.
Di luar anggapan buruk mengenai komunitas punk ini,
justru ternyata mereka memiliki kelebihan dan keunikannya sendiri. Di bidang
musik misalnya, banyak band punk yang mendapatkan tempat di hati penggemar
musik rock. Punk memiliki genre musik rock atau yang biasa disebut punk rock.
Mereka cenderung menempuh cara indie
label untuk mendapatkan tempat di hati penggemarnya. Keterbatasan modal
dianggap menjadi masalah utama bagi mereka dan karena itulah mereka mengambil
cara indie untuk memperkenalkan karya
mereka. Walaupun mengambil cara indie,
tidak sedikit dari mereka yang mampu bertahan di belantika musik pribumi,
bahkan hingga go international. Cara
pemasaran dalam bermusik ini juga merupakan refleksi pemberontakan mereka
terhadap kaum kapitalis dalam industri musik.
Selain musik, mereka juga memprakaryakan dirinya dalam
bidang fashion sebagai hasil proses penyaluran aspirasi mereka. Awalnya mereka
hanya memproduksi produk fasionnya untuk dikenakan sendiri, lambat laun
produknya berkembang menjadi bisnis yang luar biasa. Banyak pakaian, celana,
asesoris mereka yang terpampang di distro-distro di Indonesia. Bukan hanya di
distro milik sendiri, namun juga terpampang di distro ternama dan bersaing
dengan produk-produk berlabel mahal.
Jika disimak lebih jauh, fashion yang dimunculkan oleh
anak punk cenderung terlihat unik dan aneh. Mereka memilih cara yang tidak
menjadi arus utama (mainstream). Punk lebih dikenal melalui gaya busana dan
riasannya. Potongan rambut Mohawk,
jaket penuh dengan spike, dan bedge, sepatu boots, jeans ketat, badan bertato, dan body piercing menjadi pilihan mereka dalam berbusana. Namun
demikian, fashion standard yang
mereka pilih tetaplah memiliki tempat di hati penggemarnya, terutama di
Indonesia. Inggris dan Amerika yang perkirakan menjadi asal muasal berawalnya
ideologi punk ini justru malah memiliki pengikut yang tidak bisa menandingi
Indonesia.
Lepas dari baik
buruknya anak punk, mereka juga bagian dari masyarakat pada umumnya. Terlepas
dari benar tidaknya mereka menggunakan atau bahkan mengedarkan narkoba,
tentunya mereka juga memiliki kesempatan untuk memperbaiki kehidupan mereka. Eksploitasi
paradigma negatif anak punk adalah kesalahan terbesar bagi eratnya kerukunan
antar umat manusia. Pengaruh positif dan negatif dari komunitas ini, kembali
lagi ke cara pandang masyarakat. Gaya hidup negatif yang mungkin dilakukan oleh
‘oknum’ punk memang merupakan masalah patologi sosial yang harus segera
diselesaikan. Penyelesaian tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
penyebaran isu palsu maupun cara pandang yang salah terhadap mereka. Tentunya
selain digunakan sebagai cara mencegah tersebarnya kesalahan cara pandang buruk
di kalangan masyarakat, tentunya penyelesaian masalah ini juga berfungsi untuk
menghindari terjadinya peniruan model kenakalan remaja (Delinquency Imitation Model). Maraknya komunitas punk di Indonesia
adalah suatu hal yang dapat dinilai bijak oleh kita tentunya. Namun kenakalan
remaja baik dilakukan dengan cara apapun tentunya harus segera menjadi
prioritas masalah bersama.
Label:
Blog and Jurnalism
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: