Coba simak yang ini deh!

Liat Tayangan

Follow ya...

Wednesday, July 29, 2015

Pribumi yang Berkeluh tentang Peradabannya

Jumat, 9 Mei 2014, TANGERANG SELATAN - Tahun 2013, menjadi tahun kelam bagi Tangerang Selatan. Daerah yang disebut-sebut bayi ajaib kerena masuk dalam lingkaran bahaya narkoba dan ditetapkan menjadi zona merah narkotika dengan 7 kecamatan dan 54 kelurahan terinfeksi. Hal tersebut diujarkan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Heri Istu Hariono dalam wawancaranya dengan www.kabar6.com 11 Desember 2013 lalu. Sejumlah kasus narkotika dari mulai pengedaran dan penggunaan narkoba meningkat pesat di area ini. Jika dilihat dari letak geografis Tangsel, memang kita dapat anggap sangat berpotensi menjadi area perputaran transaksi narkotika. Letaknya yang tidak jauh dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, berdempetan dengan Bogor yang merupakan kantung peredaran ganja, dan dekat dengan pelabuhan Merak, di tambah lagi kota ini memiliki Lapas, membuat potensi peredaran narkotika di daerah ini semakin tinggi.
Dua bulan lalu saja, aparat pejabat Pemda Tangerang Selatan pun ikut terlibat dalam jaring kriminalitas narkotika. Murhaedi, Sekretaris Korpri Tangerang Selatan dan Mantan Lurah Serua, Ciputat ini tidak hanya menggunakan narkoba, ia juga diduga mengedarkan narkotika di kalangan teman-temannya. Keterlibatan aparat memang bukan suatu hal yang mengagetkan untuk saat ini. Artis, anggota keamanan, atau pejabat memang merupakan korban termudah untuk dijaring dalam bisnis haram ini. Baru-baru ini saja artis Roger Danuarta tertangkap tangan tengah pingsan dalam pengaruh narkoba.
Tangerang Selatan memang sedang menjadi sorotan kuat BNN karena banyaknya kasus narkotika yang terjadi di area tersebut. "Dari hasil pengungkapan yang dilakukan kepolisian, peredaran narkotika di Tangerang Selatan begitu meningkat tajam," kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) kota Tangerang Selatan (Tangsel), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Heri Istu Hariono di Tangerang dalam wawancaranya bersama www.antaranews.com. Di tahun 2013 saja BNN sudah berhasil menggagalkan pabrik ganja di area Tangerang Selatan. Sebanyak 130 kilogram ganja berhasil disita di daerah Ciputat, dan 1 ton ganja juga ditemukan di Pamulang.
Dengan banyak ditemukannya kasus narkotika di area Tangerang Selatan ini, rasanya BNN perlu menambah personil serta sistem yang ketat kepada wilayah Tagerang Selatan ini. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) kota Tangerang Selatan (Tangsel), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Heri Istu Hariono mengatakan “Memang tahun 2013, BNN Kota Tangerang Selatan hanya memiliki 5 personil saja, sementara itu kasus yang ditangani pada tahun tersebut sangatlah banyak. Miris memang, kota penyokong Jakarta dengan mayoritas warganya sebagai pekerja pabrik ini hanya memiliki personil yang sedikit untuk menangani kasus narkotika. Tak ayal di tahun yang sama, kasus demi kasus membentur di BNN Tangerang Selatan.
Pada Maret 2014, BNNK Tangerang Selatan sudah merilis di www.metroonline.co ada sekitar 20 ribu warganya positif sebagai pengguna narkoba. Angka ini mencapai 0,009% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia di tahun 2013/2014. Jumlah angka pengguna tersebut disinyalir masih akan bertambah di tahun yang akan mendatang jika tidak segera dituntaskan. Dengan pesatnya tumbuh kembang tingkat pengguna narkotika di Tangerang Selatan ini, rasanya dibutuhkan tempat rehabilitasi dengan skala yang cukup besar. Perkiraan Pemkot Tangsel sementara ini, sedikitnya diperlukan 5.000 meter persegi untuk dapat menampung seluruh pecandu narkotika di semua wilayah Tangerang Selatan. “Lahan tersebut kemungkinan akan direalisasikan di wilayah Setu,” tandas Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davni.
         Lepas dari kenyataan bahwa Tangerang Selatan masuk ke dalam zona merah narkotika, ternyata dibalik semua itu masyarakat pribumilah yang diresahkan. Peradaban yang selama ini dinikmati oleh mereka dengan keadaan yang aman dan nyaman mulai berubah menjadi wilayah berlingkaran setan. Kekhawatiran mereka sangatlah beralasan, sebagian besar dari mereka memiliki anak dan sungguh miris jika anak yang mereka banggakan sserta diharapkan mampu menjadi, ikut terjun bebas di dunia narkotika yang kejam tentunya.
Wahyudin, lelaki yang sudah menetap di Serua, Ciputat, Tangerang Selatan sejak 30 tahun lalu misalnya, banyak kawan sepermainannya saat masih kecil tewas dikarenakan OD (over dosis) narkoba. Parahnya sebagiannya lagi justru menjadi pengedar narkoba dan tertangkap serta dijebloskan ke dalam sel. Kini ia seorang diri memperjuangkan tanah kelahirannya agar dapat lepas dari ikatan narkotika (dalam wawancara di BSD Tangerang). Ia menegaskan kekecewaannya terhadap Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang dianggap tebang pilih. Menurutnya banyak pecandu narkoba yang dikejar lalu dijatuhi hukuman tanpa direhabilitasi sementara itu para pengedar yang beromset banyak justru masih dapat beredar.
Wahyudin juga mengungkapkan bahwa di Sarua sendiri sudah hampir puluhan kawannya yang terlibat narkoba, tetapi mereka merupakan pengguna dan kebanyakan dari mereka tewas akibat over dosis. Ia sudah mencoba untuk menggugah Ketua RT, RW, Kelurahan, bahkan Kecamatan tetapi tindakannya pun bertepuk sebelah tangan. “Saya punya anak laki-laki, mas. Apa jadinya kalau anak laki-laki saya jadi generasi bejat yang menghabiskan waktunya untuk merusak dirinya sendiri,” ujar Wahyudin. “Saya pernah mengajukan untuk diadakan seminar antinarkoba di desa saya, sudah pernah juga menjadikan teman-teman pecandu dalam acara seni di kampung saya, tapi semua itu sia-sia karena bagi mereka perbuatan saya akan gagal, bagi mereka pengguna narkoba harus dijauhi sehingga keluarga mereka terhindar dari barang haram itu,” lanjut Wahyudin kepada penulis.
Selain tingkat pemerintahan daerah yang memiliki kuasa untuk mengurusi masalah narkoba ini, Nampak jelas bahwa masyarakat juga punya kewajiban untuk menyokong usaha pemerintah ini. Layaknya Wahyudin yang berusaha keras untuk mengadakan acara-acara terkait narkoba untuk menanggulangi penyalahgunaannya. “Warga kampung tempat saya aja gak ada satu pun yang mau peduli sama para pengguna narkoba, yang baru coba-coba aja udah jadi bulan-bulanan tetangga, yang katanya anak penjahat lah, sampah masyarakat lah, gimana pada mau sadar coba, Mas?” tandasnya pada penulis. Sungguh dirasa buruk memang pola pikir masyarakat kita terhadap pengguna. Mereka masih saja berharap pengguna narkoba harus di tangkap, dan jebloskan ke dalam penjara. Namun, dengan cara tersebut bukan solusi yang dapat kita terima, justru memunculkan tindak kriminalitas baru yang lebih berbahaya. Pengguna narkoba tidak semuanya berlaku sebagai pengedar, mereka telah memperburuk kehidupannya tapi kita masih harus memperburuk keadaan mereka. Ini sama dengan pengasingan orang yang tengah menderita sakit parah. Perlu kita ingat bahwa narkoba adalah bahaya laten yang dapat menjangkiti siapa saja.
Banyaknya fakta bahwa Tangerang Selatan masuk zona merah narkotika, menjadi kekhawatiran Wahyudin akan keberlangsungan keluarganya di tanah kelahirannya sendiri. Tentunya Wahyudin merasa bimbang akan peradaban kelahirannya yang serasa dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab, yaitu pengedar narkoba. Pilihannya hanya dua, mencoba untuk terus berjuang mempertahankan tanah kelahirannya dan peradabannya yang selama ini terlanjur rusak, atau memilih pergi dan mengungsikan keluarganya ke tempat yang lebih aman. Suatu hal yang sulit untuk dipilih dan tentunya justru warga pribumi yang menjadi korban.
Warga Serua sendiri bukan mencoba untuk tutup mata menanggapi masalah ini, mereka terlanjur memiliki pola pikir skeptis terhadap program yang dibuat oleh pemerintah. Pola pikir tersebut akhirnya menenggelamkan fakta sesungguhnya bahwa BNN telah mencanangkan bebas narkoba tahun 2015 dalam Program Indonesia Bergegas. Pada periode ini, dicanangkan bahwa pengguna narkoba tidak lagi digelandang ke dalam sel, tapi justri diberikan rasa aman karena adanya rehabilitasi gratis dari pemerintah. Maka diharapkan para pengguna tidak merasa khawatir untuk melaporkan dirinya sebagai narkoba. Hal tersebut dipastikan oleh Kepala BNN DR. Anang Iskandar dalam sosialisasi Program Indonesia Bergegas.
Jika melihat dari visi BNN dalam mencanangkan bebas narkoba tahun 2015, maka waktu yang dimiliki bhanya tersisa 7 bulan lagi. Tentu bukan waktu yang lama dan bukan pekerjaan yang mudah. Dengan percepatan program berantas narkoba dalam Indonesia Bergegas ini dibutuhkan kerjasama kuat antara pemerintah, masyarakat, dan BNN tentunya sehingga menciptakan kerjasama yang bersinergi dalam visi yang mulia ini. Toh visi ini merupakan keinginan kita bersama dan para pecandu pun akan merasa dimanusiakan sehingga mereka akan berpikir untuk kembali menjadi manusia yang normal dan dapat berbaur dengan yang lainnya.
Dikutip dari www.bnnpaceh.com “Pada sidang High Level Segment Commission on Narcotic Drugs (CND)ke 52 di Wiena tahun 2009 lima tahun yang lalu, Negara Anggota PBB berkomitmen untuk mengimplementasikan Deklarasi Politik dan Rencana Aksi secara efektif, strategi yang terintegrasi dan berimbang antara demand dan supply untuk menangani peredaran gelap obat atau narkotika.” Dengan demikian masyarakat harusnya dapat berperan aktif dalam program yang mulia ini bukan menjadi hakim yang tidak bertanggung jawab dengan menciptakan sudut pandang negatif bagi para pengguna narkoba. Pelaku yang seharusnya dihakimi adalah pengedar narkoba yang selama ini berkamuflase dengan baiknya sehingga sulit sekali untuk dimusnahkan.
Pengguna narkoba adalah korban yang harus diselamatkan, bukan orang yang patut disalahkan. Mereka hanya terlibat dalam lingkaran setan dan butuh bantuan untuk dikembalikan lagi menjadi manusia yang paripurna dan berakhlak mulia, serta dapat menjadi contoh untuk diambil kisahnya sebagai benteng bagi banyak manusia lainnya yang ingin hidup sehat tanpa narkoba, tanpa kejahatan, dan tanpa perusak mental bangsa yang menjadikan anak bangsa terpuruk dalam keadaan yang memprihatinkan. Sudah saatnya kita dukung dan aktif menyambut Indonesia bebas narkoba seperti tindakan Wahyudin demi menjunjung tanah kelahirannya, tanah air Indonesia.

Bayu Murdiyanto

0 komentar: